d62a9adf-834a-4766-9ca5-ecb65be45ae7

K.H. Prof. Dr. Mohammad Roqib, M.Ag. Jalin Kerjasama dengan KRIRK University Bangkok, Thailand

AnnajahNews – Jajaran Pimpinan Pascasarjana Universitas Islam Negeri Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto lakukan kunjungan untuk jalin kerjasama dengan KRIRK University di Bangkok, Thailand.

baca juga https://pesmaannajah.com/k-h-prof-dr-mohammad-roqib-kembali-dikukuhkan-sebagai-ketua-fkub-banyumas-masa-bakti-2024-2029/

Dalam kunjungan yang berlangsung selama 3 hari (9-11 Oktober 2024) ini, Pengasuh Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto, K.H. Prof. Dr. Mohammad Roqib, M.Ag. selaku Direktur Pascasarjana UIN Saizu Purwokerto, beserta Wakil Direktur (Dr. Attabik, M.Ag.), Kaprodi S3 Studi Islam (Prof. Dr. Rohmat, M.Ag., M.Pd.) dan Kasubag TU (H. Zaeni Isma’il, M.A.), turut serta juga Direktur International Office UIN Saizu Purwokerto (Dr. Mohamad Shobirin, S.Th.I., M.Hum.) melangsungkan kunjungan Internasional guna menjalin kerjasama dengan pihak KRIRK University Bangkok, Thailand.

https://pps.uinsaizu.ac.id/ https://www.krirk.ac.th/en/

Menurut K.H. Prof. Dr. Mohammad Roqib, M.Ag., maksud dan tujuan kunjungan ini adalah untuk menjajaki kemungkinan terjalinnya kerjasama Internasional, serta untuk menyelenggarakan perkuliahan oleh tamu (Guest Lecture) antar kedua Institusi.

Diharapkan dengan hubungan kerjasama Internasional ini mampu membuka peluang kolaborasi dalam berbagai bidang akademik, baik dalam bidang penelitian, Guest Lecture, Visiting Scholar, maupun Student Exchange yang mampu meningkatkan mutu akademisi Pascasarjana UIN Saizu Purwokerto.

Selain untuk memperkuat jejaring internasional, kegiatan kunjungan internasional ini juga membuka peluang diskusi guna pengembangan progam studi, peningkatan kapasitas dosen, serta pengembangan penelitian bersama yang akan memberikan dampak positif bagi pengembangan akademik UIN Saizu di masa yang akan datang.

“Kunjungan kerjasama ini kami harapkan dapat meningkatkan mutu akademik Pascasarjana UIN Saizu dan membangun kerjasama yang baik dengan KRIRK University.” ungkapnya.

Harapan besar dimiliki oleh Jajaran Pimpinan Pascasarjana UIN Saizu Purwokerto dengan rasa optimis tinggi bahwa kerjasama ini akan terjalin, yang mana ini merupakan langkah konkret Pascasarjana UIN Saizu untuk menobatkan diri sebagai Institusi Pendidikan Tinggi yang berwawasan global dan mampu mengembangkan diri menjadi kampus yang Unggul, Progesif serta Integratif dalam Pengembangan Multidisiplin Ilmu dalam kancah Internasional.

gema solawat

Peringati Maulid Nabi Muhammad Saw., dan Milad Luthfunnajah, Pesma An Najah Gelar Gema Sholawat

AnnajahNews – 19 September 2024 — Pada malam Kamis yang lalu, Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah berhasil menggelar acara Gema Sholawat dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dan Milad Luthfunnajah yang ke-10. Acara yang bertajuk “Menumbuhkan Jiwa Harmoni dalam Kiprah Maulid Nabi” ini dilaksanakan dengan meriah di Masjid Baitul Mu’min, dihadiri oleh ratusan santri, anggota masyarakat, dan penggemar seni hadrah.

Rangkaian acara dimulai dengan Mauidoh Hasanah oleh Pengasuh Pesma An Najah, dalam sambutannya, menekankan pentingnya acara ini sebagai momentum untuk merenungkan ajaran-ajaran Nabi dan menumbuhkan rasa cinta serta persatuan di antara umat. “Kami ingin menjadikan acara ini sebagai wadah untuk memperkuat ukhuwah dan meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW. Mari kita tingkatkan cinta kita kepada Nabi dengan mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari,”

Acara kemudian dilanjutkan dengan pembacaan sholawat yang dipimpin oleh santri, menggugah semangat dan kehangatan di antara para peserta. Suara merdu dan syahdu memenuhi masjid, menyatukan hati dan jiwa dalam mengagungkan nama Nabi. Peserta dari berbagai usia tampak antusias mengikuti rangkaian sholawat, yang menandakan betapa besarnya cinta mereka terhadap Nabi Muhammad SAW.

Tak hanya itu, peserta juga diajak untuk berdoa bersama, memohon kepada Allah SWT agar masyarakat diberkahi dengan kedamaian dan keharmonisan. Suasana khidmat terasa saat setiap orang menutup mata, menyatukan harapan dan doa untuk masa depan yang lebih baik.

Acara ini juga menjadi kesempatan bagi santri dan warga untuk saling berkenalan dan berbagi pengalaman. Banyak peserta yang menyatakan rasa syukur bisa berpartisipasi dalam perayaan yang penuh makna ini. “Saya merasa sangat terinspirasi dan termotivasi setelah mengikuti acara ini. Semoga kita semua bisa mengamalkan ajaran Nabi dalam kehidupan sehari-hari,” ujar salah satu santri.

Sebagai penutup, acara Gema Sholawat ini diakhiri dengan pembacaan doa bersama, mengharapkan agar semangat harmoni terus terjalin di antara seluruh peserta. Pesma An Najah berkomitmen untuk terus menyelenggarakan kegiatan-kegiatan serupa, sebagai bentuk cinta kepada Nabi dan upaya untuk menumbuhkan nilai-nilai kebersamaan dalam masyarakat.

Dengan kesuksesan acara ini, Pesma An Najah berharap dapat terus berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis, serta mengajak semua pihak untuk bersatu dalam misi mencintai dan mengamalkan ajaran Nabi Muhammad SAW. Mari bersama-sama kita jaga dan perkuat ukhuwah di tengah masyarakat demi masa depan yang lebih baik! (Annisa Lutfiana)

pagar kenabian

“Mengintip Makna dari Celah Pagar Kenabian”

Oleh: Iis Sugiarti

Puisi “Pagar Kenabian” Karya Sofyan RH. Zaid: Manifestasi Sastra Pesantren Kontemporer

Membaca buku kumpulan puisi “Pagar Kenabian” karya Sofyan RH. Zaid kita akan disuguhi puisi-puisi yang secara estetik mempunyai keunikan tersendiri dan terbilang keluar dari konvensi perpuisian yang telah ada. Mengapa demikian? mari kita lihat bentuk fisik puisi “Ziarah”, berikut:

ZIARAH

dari kubur ke kubur # diri hancur dan lebur
bunga kenanga gugur # kicau burung melipur
:aku siapa? # kau siapa?
siapa nama? # siapa sukma

aku dihempas daun # seperti butiran embun
tersungkur ke nisan # air mata berserakan
rintih menulis dosa # usia yang luka
baris demi baris # ingatan jadi giris
;ada yang tak terungkap # sebab tak sanggup mengucap

dari kubur ke kubur # badan pun tanah kapur

2013

Secara eksplisit telah tampak dalam puisi tersebut terdapat perbedaan secara fisik dengan puisi-puisi kontemporer lainnya. Yakni adanya tanda pagar di tengah-tengah kalimat sebagai pembatas dan penggunaan rima yang sama antara sebelum dan sesudah tanda pagar. Hal tersebut membangun kekuatan estetik yang unik dan enak dibaca. Sofyan menyebutnya “Puisi Nadham dalam Tanda Kutip”.

Nadham atau ‘nazam’ menurut KBBI adalah puisi yang berasal dari Parsi, terdiri atas dua belas larik, berima dua-dua atau empat-empat, isinya perihal hamba sahaya istana yang setia dan budiman. Di dalam mukodimah Pagar Kenabian Sofyan, menyebutkan bahwa nadham subur berkembang di pesantren dan memiliki fungsi penting dalam kurikulum pesantren. Dalam hal ini adalah penggunaan kitab-kitab yang berbentuk nadham sebagai bahan ajar untuk santri.

Beberapa waktu lalu Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto mengadakan Lomba Cipta Esai Nasional yakni Pesantren Menulis 3, dengan mengangkat tema “Membangkitkan Sastra Pesantren”. Yang kemudian lahirlah buku antologi esai dengan judul “Revitalisasi Sastra Pesantren”. Setelah saya baca, saya berkesimpulan bahwa sebagian besar penulis menyampaikan bahwa nadham adalah akar dari kesusastraan sastra pesantren di Indonesia. Yakni karya-karya para ulama yang ditulis dalam bentuk nadham, seperti Nadham Al-Fiyah, Nadham ‘Imrithi, Burdah, Diba’, Al Barzanji, dsb. Kebiasaan santri membaca nadham-nadham tersebutlah yang memberikan spirit santri dalam bersastra. Seperti yang dikatakan oleh A’yat Khalili (Moh. Roqib, Dkk: 2016) dalam esainya menyebutkan,

“Segala materi dan pelajaran (di pesantren) sampai ke norma-norma selalu menyimpan sentuhan nilai sastrawi, apalagi pada kitab-kitab yang dikaji, berisi syiiran, burdah, nadhaman sebagai suatu formasi dan materi pembiasaan bersyair, bershalawat,  menyanyi/melagukan/memuji, memaknai, menerjemah, memahami, dan menuliskan. Mengenai proses perkembangan tersebut berekesesuaian dengan pengetahuan yang ditemukan, dibaca, dan diterima santri dari berbagai sisi-sisi kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, nilai-nilai estetis (sastrawi) telah bersama santri sejak mengenal pesantren.”

Hal tersebut mengindikasikan bahwa kitab-kitab yang ditulis dalam bentuk Nadham atau Syiir telah mempengaruhi geliat sastra di pesantren, yang kemudian muncul istilah Sastra Pesantren dengan berbagai macam sudut pandang.

Menurut Swingewood (Faruk, 2014) setiap penulis bekerja dalam suatu tradisi, suatu kebudayaan sastra yang diwarisi, dan karyanya sendiri akan menunjukkan dengan berbagai cara pengaruh dari latar belakang tersebut. Jika Penayir Sofyan RH Zaid menuliskan puisi nadham seperti yang terdapat dalam buku Pagar Kenabian, maka tidaklah mengherankan, karena secara historis beliau berlatar belakang santri di Pesantren Annuqayah Madura, yang telah terbiasa melafalkan nadham, dan mendalami ilmu agama serta tasawuf. Dengan lahirnya Pagar Kenabian maka Penyair Sofyan RH Zaid telah melakukan proses reflektif terkait pemahaman bagaimana ia menyerap suatu tradisi dan darinya mengembangkan suara otentiknya sendiri, gagasan dan pandangannya sendiri mengenai manusia, Tuhan dan alam melalui puisi pagarnya atau yang disebutnya puisi nadham.

Bagi yang awam dengan istilah nadham mungkin ini akan terasa aneh, bisa diterima-terima saja, atau menggugat penggunaan tanda pagar yang tidak lazim digunakan dalam konvensi penulisan puisi ataupun karya tulis lainnya. Sedangkan untuk kalangan pesantren, pertama bagi yang paham benar terkait dengan tata cara penulisan nadham dengan ilmu ‘Arudh-nya maka akan mempermasalakan pelabelan nama nadham dalam puisi Sofyan, karena puisi-puisi yang dituliskan Sofyan tidak menggunakan kaidah ilmu’Arudh. Puisinya cenderung bebas tidak terikat secara makna, baris dan suku kata, hanya dibatasi dengan pagar dan rima yang sama sebelum dan sesudah tanda pagar.

Seperti bantahan Raedhu Basha dalam esainya yang pada intinya Puisi Sofyan tidaklah tepat jika dilabeli sebagai Puisi Nadham karena tidak menggunakan kaidah ilmu ‘Arudh. Sekalipun Raedhu mengakui dalam esainya yang termaktub di buku Revitalisasi Sastra Pesantren, Raedhu mencontohkan Sofyan RH Zaid sebagai salah satu penyair yang menulis puisi khas santri, yakni melakukan percobaan tanda pagar (#) menirukan bait nadham. Kedua, akan mengapresiasi karya tersebut sebagai puisi modifikasi dari puisi nadham klasik menjadi sebuah karya sastra pesantren kontemporer yang relevan dengan kebudayaan kesusastraan hari ini di Indonesia. Maka dari itu kata pelabelan Nadham pada puisi Sofyan janganlah diartikan dengan mentah-mentah. Karena puisi dengan model tersebut, adalah Puisi Nadham dalam Tanda Kutip, seperti yang disebutkan Sofyan dalam mukodimah buku Pagar Kenabian.

Meski mendapat berbagai macam kritikan oleh penulis-penulis lain terhadap gaya penulisan Sofyan yang secara konvensi berbeda dari puisi-puisi yang biasanya. Namun karya tersebut patut dipresiasi dan saya rasa penting dibahas sebagai salah satu genre baru dalam perkembangan kesusastraan Indonesia. Selain itu, dengan hadirnya Pagar Kenabian Karya Penyair Sofyan RH Zaid telah membawa angin segar bagi geliat sastra pesantren kontemporer.

Dari Sabda Kebenaran hingga Sabda Keselamatan

Apa yang menjadi alasan Sofyan memberi judul bukunya “Pagar Kenabian”? Tentunya dalam hal ini Sofyan tidak serta merta menamakan demikian tanpa ada maksud atau filosofi tertentu. Meski saya belum tahu alasan penyair memilih nama tersebut, saya akan mencoba mengintepretasi menurut persepsi saya. Pagar adalah  sesuatu yang digunakan untuk membatasi (mengelilingi, menyekat) pekarangan, tanah, rumah, kebun, dan sebagainya. Simbolnya adalah (#). Kata “nabi” mendapat awalan ke- dan akhiran kan- menjadi “kenabian”, maka “kenabian” lebih merujuk pada sifat yang berkenaan dengan nabi. Misalnya jujur, amanah, komunikatif, cerdas, dan pesan-pesan yang sifatnya prinsipil maupun yang universal.

Sehingga dapat ditarik benang merah bahwa Pagar Kenabian menurut saya adalah bagaimana kita manusia mencapai tujuan yang satu (dalam hal ini Rumah Tuhan) adalah dengan cara melampaui pagar yang menjadi batas antara yang kelam dan yang terang. Kelam disini merujuk kepada persifatan manusia yang materialistik, sedangkan yang terang adalah manusia yang telah terlimpahkan kebijaksanaan.

Bagaimana cara melampaui pagar tersebut?, yakni dengan menginternalisasikan sifat kenabian ke dalam diri kita dan direalisasikan ke dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi khairu ummah seperti yang diungkapkan dalam kajian Filsafat Profetik. Sehingga selamat menuju Rumah Tuhan.

Di dalam buku kumpulan puisi “Pagar Kenabian”, terdapat empat sabda, yakni Sabda Kebenaran, Sabda Kesunyian, Sabda Kebijaksanaan dan Sabda Keselamatan. Membaca sabda-sabda tersebut secara berurutan seperti mata rantai yang tak terputus. Keempatnya harus dilalui sebagai jalan menuju keselamatan.

Martin Heidigger mengatakan bahwa puisi sejati merupakan fondasi atau asas bagi kebenaran (Stiftung der Wahrheit). Dalam hal ini, Sofyan telah berusaha dengan segenap jiwa dan batinnya dalam menyerap sari pati atau telah mengalami sublimasi dari pengetahuannya tentang filsafat, dimana filsafat merupakan kegiatan pencarian dan petualangan tanpa henti mengenai makna kebenaran dan kebijaksanaan dalam pentas kehidupan, baik tentang Tuhan Sang Pencipta, eksistensi dan tujuan hidup manusia, maupun realitas alam semesta (Zaprulkhan, 2016). Mari kita cermati puisi berikut:

KAMPUNG KEBENARAN

bercumbu di sumbu waktu # antara nafsu dan rindu
kemesraan menjadi api # meremangi bentala diri
gairah meledak menyebar # kita terkapar sadar
(Marx mengibarkan bendera # dari puncak menara
: kalian hanya mencintai dunia # tanpa tahu cara merubahnya)

kita berjalan menuju senja # melintasi siang yang bara
tubuh berubah warna # perlahan jadi kirana
melukis lapis awan # seperti darah keabadian
(Kant di atas bukit # mengacungkan jari ke langit
: mata tak akan sampai # tanpa akal yang melambai

kita berpendar pencar # memoles ufuk bergetar
burung pulang ke sarang # kembali menjadi pohon rindang
laron mulai menembang # angin menabuh genderang
(Plato memanggil gua # menulis kalimat pada dindingnya
:suluh menyebabkan bayangan # gerak menjadikan pengetahuan

matahari karam ke kelam # kita padam menjelma malam
menyimpan segala rahasia # kesenyapan melahirkan serigala
seketika bulan gerhana # kentongan membangunkan segala
(Farabi memainkan qanun # menari bersama daun
: mulanya adalah cahaya # kemudian tercipta semesta)

****
Dalam puisi tersebut sangat kental sekali nuansa filsafat yang disuguhkan Sofyan, dimana beberapa tokoh filsafat dan pemikiranya, yakni Marx, Kant, Plato dan Farabi dirangkum secara estetik dalam sebuah puisi. Dimulai dari Filsafat Barat sampai Filsafat Timur. Sampai pada kesimpulan pada bait terakhir puisi di atas yang mengandung sentuhan sufistik, bahwa nanti akan sampai pada yang hakekat, asalkan punya tujuan yang sama meski dengan jalan yang berbeda. Seperti lanjutan kutipan puisi berikut:

kita tersesat dalam gelap # meraba arah lalu lelap
paginya kita terpisah # mata mengucur kisah
kau tertinggal dalam gua # aku tersangkut di menara
kita percaya pada surga# kembali berjumpa suatu masa
: melihat Kant, mendengar Farabi # lalu mendaki puncak puisi

Agama: Jalan Akal dan Hati menuju Tuhan
Islam datang menyempurnakan akhlak dengan menempuh jalan Ilahiah. Sudah sejak lama perdebatan  mengenai kontradiksi antara akal dan hati, manakah yang dapat mengantarkan manusia mengenal Tuhannya. Dalam novelnya Hayy Ibnu Yaqzan, Ibnu Thufail menggambarkan bagaimana seorang anak yang hidup sendirian jauh dari peradaban di alam dapat menemukan jalan spiritual dengan mengandalkan penuh pada akalnya. Diduga kuat novel ini merupakan jawaban atas tuduhan Al-Ghazali yang menghukumi filosof atheis.

Berkat bukunya Talafut Al-Falasifah, orang-orang jadi takut untuk berfilsafat. Tetapi jika direnungi, para atheis, meski ada, hampir semuanya tidak menemukan jalan spiritual, mereka tidak mengenal tuhan meski mereka selalu hidup dengan akal. Jadi akal memerlukan rambu-rambu berpikir agar buah pemikirannya mencapai inti, mengenal Tuhan. Rambu-rambu tersebut ialah syari’at. Dalam dunia tasawuf sendiri, syari’at diibaratkan sebagai sebuah bahtera, kemudian Tuhan ada di tengah laut, untuk sampai pada Tuhan maka perlu menempuh perjalan, setelah baik syari’atnya, pelaku tasawuf menempuh jalan ke tengah laut (thariqah). Namun dengan apa sebuah bahtera sampai di tengah laut? Tentu dengan ilmu. Dan akal menempati posisi penting di sini. Dalam tahap pertama Hay Ibnu Yaqzan hidup di alam liar dan menemukan jalan spiritual, dia memulai dengan melakukan pengamatan inderawi, kemudian rasio dan ke tiga hatinya. Akal menempati posisi awal dalam upaya mengenal Tuhan. Kemudian banyak orang yang memposisikan diri di tengah, bahwa filsafat dan tasawuf itu tidak bertentangan. Ke duanya dapat saling menyempurnakan dalam upaya mengenal Tuhan. Lalu berfilsafat untuk mengenal Tuhan oleh muslim disamakan dengan ilmu hikmah. Sama halnya dengan penyair Sofyan RH Zaid, dalam beberapa puisinya dalam buku kumpulan puisi Pagar Kenabian, nampak ia memposisikan hati dan akal, filsafat dan tasawuf sebagai komponen-komponen yang membentuk perangkat penghubung kepada Tuhan. Kita tahu bahwa filsafat menempatkan akal sebagai ukuran kebenaran, jika akal mengiyakan maka itulah kebenaran. Namun dalam pandangan penyair, kebenaran dicari dengan dua alat ini, akal dan hati melalui jalan agama. Kita bisa melihatnya dalam puisi Butterfly Effect, Filsafat Agama dan Kampung kebenaran (Karl Marx dan Al-farabi). Demikian.

Penulis: Iis Sugiarti, kelahiran Kebumen, 08 Februari. Aktif di Komunitas Sastra Santri Pondok Pena Pesantren Mahasiswa An Najah, sekaligus juga sebagai Pimpinan Redaksi Buletin BENER FKUB Banyumas, inisiator Buletin JISDA (Jiwa Semangat Pemuda) untuk Jamiah Islam Syekh Daud Al Fathoni Yala Thailand (2016). Karyanya telah termaktub di beberapa buku antologi: Senandung Cinta Untuk Ibunda (Asrifa Publisher: 2014), Radar Lupus (Asrifa Publisher: 2014), 100 Makna Kasih Sayang Ayah Ibunda (Gerbang Sastra: 2014), Bisikan Kata Teriakan Jiwa (Meta Kata: 2014), Senarai Diksi (Pena House: 2014), Cerita Mei (Goresan Pena: 2014), Pelangi Syair Sang Penyair (Fornusa Indonesia: 2014), Puisi Menolak Korupsi Jilid 5 (Forum Sastra Surakarta: 2015), Memo untuk Wakil Rakyat (Forum Sastra Surakarta: 2015), Dari Negeri Poci 6: Negeri Laut (Kosa Kata Kita: 2015), Balada Badut-Badut dan Rumput (Oase Pustaka: 2015), Memo Anti Terorisme (Forum Sastra Surakarta: 2016), Creative Writing (Kaldera:2016), Koran Harian Satelit Post (2015), Koran Madura (2016), Pilar Puisi 3 (SKSP: 2016), Dari Negeri Poci 7: Negeri Awan (Kosa Kata Kita: 2017), Seberkas Cinta (2017), Kidung Patani (2017), Kampus Hijau 3 (SKSP: 2017), Puisi Menolak Korupsi Jilid 6 (Forum Sastra Surakarta: 2017), Negeri Bahari (Dari Negeri Poci 8: Kosa Kata Kita, 2018), A Skyful of Rain (Banjabaru’s Day Literary Festival: 2018), Palung Tradisi (Perempuan Penyair Indonesia: 2019), dan karya cerpennya termaktub di Mawar yang Tertanam di Pelaminan Air Mata (Oase Pustaka: 2015), Isyarat (CV: Landasan Ilmu: 2016), Senandung Cinta dari Pesantren (Diva Press: 2022). Esainya termaktub di Revitalisasi Sastra Pesantren (An Najah Press: 2016) dan beberapa artikel ilmiahnya telah terbit di beberapa jurnal ilmiah (2021-2024). Penulis dapat dihubungi via Instagram: @iiz_oanes_99.

image of flowers, butterfly and snail in the garden

Siput di antara Bunga Matahari

Oleh: Zahwa Aprilita

20 Mei 2024, tertanda seorang siswi telah resmi lulus di sebuah sekolah negeri favorit di daerahnya. Berbekal segudang mimpi, ia mengumpulkan tekad untuk terus melangkah menuju tangga kehidupan selanjutnya. Hendak dibawa kemana impiannya? Bisakah ia menerbangkan sejuta harapan orangtua?

Aku, Zahwa Aprilita. Seorang anak tunggal yang kala itu dihadapkan dengan dua pilihan sulit. Antara mengikuti kata hati atau kata orangtua. Ditambah setelah ditolak Perguruan Tinggi Negeri dan PTKIN sekaligus di jurusan impian, rasanya untuk membuka mata dan menyapa dunia sangat susah.

Aku malu, bahkan untuk sekadar mengatakan bahwa aku malu. Harapan dan impian seakan pupus. Rencana yang sudah aku susun dari lama hancur lebur diganti pertanyaan, “Terus mau gimana? Akhirnya lanjut dimana?”

Setelah berminggu-minggu meratapi ketidakberuntunganku, aku akhirnya kembali mulai menyusun rencana lagi. Jika satu jalan tertutup, aku akan membuka jalan yang lain. Aku mendaftar Seleksi Nasional Berbasis Tes di PTN dan Mandiri di PTKIN.

BOOMMMM!!! Siapa sangka, aku diterima di keduanya. Sekarang permasalahannya ada di restu orangtua yang berbeda pendapat. Mama menginginkanku untuk ambil Universitas Jenderal Soedirman, sedangkan bapak lebih ingin aku mengambil UIN SAIZU. Lagi dan lagi, bahkan di saat mimpi rasanya sudah di depan mata, dukungan terbesarku malah pecah menjadi dua kubu.

Berhari-hari melewati diskusi panjang dengan orangtua dan keluarga besar, aku akhirnya memutuskan untuk mengambil kesempatan berkuliah di Universitas Islam Negeri Prof. K.H Saifuddin Zuhri dengan jurusan Pendidikan Agama Islam. Belum sampai di situ, kebimbangan masih terus muncul. Mau kos atau mondok, ya?

Dan dari sinilah awal ceritaku masuk di Pesantren Mahasiswa An-Najah Purwokerto. Bapak memintaku untuk belajar mandiri dengan mondok, katanya supaya aku lebih bisa menghargai waktu, bisa berbagi dengan orang lain, dan tau bagaimana susahnya hidup tanpa orangtua. Pikirku saat itu akan mudah karena nantinya pasti ada banyak teman yang membantuku di sana. Aku tidak akan sendirian dan kesusahan.

Pertengahan Agustus, aku pemberangkatan pondok. Pertama kali yang ada dipikiranku bisa tidak ya berproses di sana nantinya, apalagi aku terbiasa hidup bersama orangtua yang perhatiannya hanya tertuju padaku. Sedangkan di pondok, aku harus mengikuti berbagai jadwal kegiatan dan berbaur dengan banyak orang dalam satu ruangan. Tapi lagi-lagi bapak menggugah rasa semangatku, mengatakan kalo di usiaku sekarang memang sudah saatnya memulai petualangan baru, di gerbang kehidupan baru, dengan orang-orang baru pula.

Dan sekarang, di sinilah aku berada. Zahwa Aprilita, anak tunggal yang dulunya masih ditimang, disiapkan berbagai kebutuhannya, ingin makan tinggal ambil, bisa tidur kapan saja, dan tidak perlu berbagi apapun dengan orang lain, harus berproses. Di tempat yang banyak orang sebut “Penjara Suci”, aku memulai satu persatu proses pendewasaan. Meniti tangga kehidupan dengan susah payah dan banyak kejutan di dalamnya, berbekal banyak harapan di pundak. Langkahku memang lambat, tapi aku berusaha untuk tidak merasa tertinggal dengan yang lainnya. Aku selalu membisikkan dalam hati, “Wahai aku, tidak ada yang berlaku keras ataupun memanjakanmu. Jika kamu lelah, maka istirahatlah. Perjalananmu masih panjang.”

*Naskah tersebut merupakan naskah juara satu hasil lomba kepenulisan dengan tema “Senangnya menjadi Santri An Najah” yang diselenggarakan oleh Panitia OPKIS 2024.

Ilustration: (istockphoto.com)

open-book-generate-ai_893737-2331

Menuntut Ilmu Tak Kenal Usia

Oleh: Dovianti Ainurohmah

Hari itu, Rabu, tanggal 26 Juni 2024, adalah hari yang tak terlupakan bagi saya. Saya berdiri di depan gerbang Pondok Pesantren An Najah Purwokerto, merasa gugup sekaligus bersemangat. Sebagai mahasiswa semester akhir di Universitas Islam Negeri Prof. K.H Saifuddin Zuhri Purwokerto, saya tak pernah menyangka bahwa saya akan memilih jalan ini—jalan yang membawa saya ke pesantren di usia 21 tahun.

Langit cerah sore itu seakan menyambut saya dengan senyum. Saya menarik napas dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. Meninggalkan kenyamanan rumah untuk tinggal di pesantren adalah keputusan besar, terutama di usia yang lebih dewasa dibandingkan santri-santri lain yang kebanyakan masih remaja. Tetapi, saya yakin ini adalah pilihan terbaik untuk masa depan saya. An Najah bukan hanya sebuah pesantren; tempat ini adalah lahan subur bagi tumbuhnya ilmu dan karakter, persis seperti yang dikatakan Abah, pengasuh pondok pesantren: “Pesantren kita harus selalu bersih sebersih hotel.” Kalimat itu bukan sekadar aturan kebersihan; bagi saya, itu adalah simbol disiplin dan tanggung jawab. Di sini, saya belajar bahwa menjaga kebersihan lingkungan adalah bagian dari iman, seolah-olah merawat pesantren seperti merawat hati dan jiwa sendiri.

Hari pertama di An Najah, saya dihadapkan pada rutinitas baru yang begitu padat. Dari subuh hingga malam, ada saja aktivitas yang mengisi hari-hari saya. Mulai dari pengajian, hafalan Al-Quran, hingga tugas menjaga kebersihan pondok. Tak jarang, saya harus menyesuaikan diri dengan santri-santri yang jauh lebih muda. Awalnya, saya merasa kikuk, seperti kakak tertua di antara mereka, tetapi lambat laun, saya merasa hangat dengan kehadiran mereka.

Waktu berlalu cepat, pada tanggal 8 Juli – 19 Agustus 2024 saat saya harus menjalani program KKN. Sehari setelah KKN berakhir, saya kembali ke pesantren. Pada tanggal 21 Agustus 2024, saya berdiri di depan gerbang An Najah, kali ini dengan rasa yang berbeda. Perasaan canggung yang dulu ada kini tergantikan dengan rasa nyaman. Saya tahu, ini adalah tempat yang tepat bagi saya untuk melanjutkan pencarian ilmu.

Kembali ke rutinitas pondok, saya menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana. Dari sekadar mendengarkan nasihat bijak dari Abah, hingga menghabiskan waktu belajar bersama santri lain. Setiap hari, saya merasa semakin dekat dengan tujuan hidup saya. Di An Najah, saya belajar bahwa menuntut ilmu tak mengenal usia. Saya belajar berbaur dengan teman-teman yang lebih muda, menemukan kebahagiaan dalam perbedaan, dan menemukan bahwa ilmu tak hanya diperoleh dari buku, tetapi juga dari pengalaman hidup sehari-hari.

Hari-hari berlalu, saya makin mantap dengan keputusan ini. Saya menyadari bahwa menjadi santri bukan hanya tentang belajar agama atau ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang menjadi manusia yang lebih baik, manusia yang peduli dengan lingkungan sekitar, manusia yang mampu merawat kebersihan, tidak hanya di luar tapi juga di dalam hati.

Di tengah kesibukan sebagai mahasiswa, saya tetap berusaha untuk istiqomah. Semoga perjalanan ini tak hanya menjadikan saya lebih bijaksana, tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Bahwa tak pernah ada kata terlambat untuk belajar, karena menuntut ilmu adalah perjalanan seumur hidup.

*Naskah tersebut merupakan naskah juara dua hasil lomba kepenulisan dengan tema “Senangnya menjadi Santri An Najah” yang diselenggarakan oleh Panitia OPKIS 2024 Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto.

ilustration: open-book-generate-ai_893737-2331.jpg (626×351) (freepik.com)

KAPOLRESTA

Kapolresta Banyumas Kunjungi Kediaman K.H. Prof. Dr. Moh. Roqib, M.Ag.

AnnajahNews – Kapolresta Banyumas, Kombes Pol Dr.Ari Wibowo, S.I.K., M.H. melakukan kunjungan silaturahmi ke kediaman Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Banyumas, Prof. K.H. Dr. Mohammad Roqib, M.Ag., di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto, Senin (22/07). Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya Kapolresta Banyumas untuk memperkuat sinergi dan kerja sama dengan tokoh-tokoh agama serta organisasi masyarakat dalam menjaga kerukunan dan keamanan di wilayah Banyumas.

Dalam pertemuan yang berlangsung hangat dan penuh kekeluargaan tersebut, Kapolresta Banyumas dan Ketua FKUB Banyumas membahas berbagai isu strategis terkait dengan upaya menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat. Ari Wibowo menyampaikan pentingnya peran tokoh agama dalam mendukung terciptanya situasi yang kondusif, terutama dalam menghadapi tantangan keamanan dan potensi konflik sosial di masyarakat.

“Silaturahmi ini adalah bagian dari komitmen kami untuk terus menjalin komunikasi dan koordinasi dengan semua elemen masyarakat, khususnya dengan tokoh agama. Peran FKUB sangat penting dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di Banyumas,” ujar Kombes Pol Ari Wibowo.

Sementara itu, Prof. KH. Dr. Mohammad Roqib, M.Ag menyambut baik kunjungan ini dan menegaskan pentingnya sinergi antara aparat kepolisian dan tokoh agama dalam menciptakan kedamaian di masyarakat. Beliau juga menyatakan kesiapan FKUB untuk terus bekerja sama dengan Polresta Banyumas dalam mendukung berbagai program yang bertujuan untuk menjaga kerukunan dan mencegah konflik antar umat beragama.

“Kami sangat mengapresiasi perhatian Kapolresta Banyumas terhadap isu-isu kerukunan umat beragama. FKUB selalu siap mendukung upaya-upaya yang bertujuan untuk menjaga keutuhan dan kebersamaan di tengah masyarakat,” ungkap Prof. K.H. Dr. Mohammad Roqib. M.Ag.

Kunjungan ini diharapkan dapat semakin mempererat hubungan antara Polresta Banyumas dengan FKUB Kabupaten Banyumas, sehingga dapat bersama-sama menjaga keamanan dan kerukunan di wilayah Banyumas. (Icha)

PESERTA DAN PANITIA OPKIS

OPKIS 2024 Dibuka: Santri Baru Diajak untuk Saling Asah-Asih dan Asuh

AnnajahNews – Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto mengadakan acara Masa Orientasi Pesantren dan Kajian Islam (OPKIS) pada tanggal 26-31 Agustus 2024. Acara ini bertujuan untuk memperkenalkan lingkungan pondok pesantren kepada santri baru, memberikan pengetahuan awal mengenai berbagai aspek kehidupan di Pesma An Najah dan juga menambah literasi pengetahuan melalui kajian. OPKIS tahun ini mengambil tema “membangun karakter santri berintelektualitas tinggi”.

Senin, 26 Agustus 2024 acara pembukaan OPKIS secara simbolis dibuka, ditandai dengan pemakaian name tag perwakilan santri putra dan santri putri, serta diikuti oleh seluruh santri Pesma An Najah. Suasana penuh semangat dan antusiasme tampak di wajah para peserta yang siap serangkaian kegiatan OPKIS.

(Penyematan Name Tag OPKIS oleh Lurah Putra Pesma An Najah)

Adapun serangkaian kegiatan pembukaan OPKIS meliputi perkenalan panitia, pembacaan ayat-ayat suci Al Qur’an, sambutan-sambutan dan dilanjutkan mau’idlatul khasanah oleh  Abah K.H. Prof. Dr. Mohammad Roqib M.Ag sebagai pengasuh Pesma An Najah Purwokerto. Beliau menyampaikan bahwa  “nikmat keteguhan hati untuk belajar adalah bagian dari anugerah dari Allah. Hal tersebut patut disyukuri, karena kita itu diberi minat dan digerakkan hatinya untuk belajar.”

(K.H. Prof. Dr. Mohammad Roqib, M.Ag., saat memberikan mau’idhotul hasanah dalam acara pembukaan OPKIS 2024)

Kemudian beliau menceritakan sekilas sejarah berdirinya Pesma An Najah, yang kini telah berusia 14 tahun. Betapa ghirah dalam menuntut ilmu dan belajar terus sundul langit senantiasa menjadi pemantik dalam mewujudkan cita-cita yang terus dibangun di atas optimisme dan keyakinan yang mendalam.

“Cita-cita yang terus menyala akan mengalahkan keterbatasan diri, begitu pula prestasi dapat diukir seiring dengan kehidupan yang terus berjalan dan aliran darah yang terus mengalir dalam tubuh dan waktu”, ungkap beliau.

Acara ini diakhiri dengan doa bersama, Pengasuh Pesma An Najah berharap kepada santri baru untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di Pesma An Najah dan antar santri untuk saling asah-asih dan asuh. Kegiatan ini juga diharapkan dapat berjalan lancar dan sukses serta dapat meningkatkan keterampilan, semangat juang dalam menuntut ilmu dan mempererat tali persaudaraan. (Adiba)

6979615077_d11fa679e5

Rintihan Jendela: “Mengapa Engkau tidak Peka?”

Oleh: Abdur Rouf

Aku adalah kaca. Dibuat oleh manusia dengan tujuan menjalankan ibadah serta menghidupi keluarga bahagia. Aku dipotong, dipoles, dirancang dengan sedemikian rupa. Bingkai garis tepi mengelilingiku dan merubah namaku kaca menjadi jendela.

Aku ini sangat diperlukan dalam unsur-unsur bangunan. Dengan adanya aku, sirkulasi udara dan cahaya mempengaruhi kesehatanmu. Lantas mengapa kau selalu acuh denganku ketika hujan tiba? Air hujan masuk dalam ruangan dan aku dalam keadaan terbuka. Dalam keadaan gerah, kau selalu membukaku demi segarnya angin menerpamu. Namun kau seringkali melupakanku ketika sudah tidak dibutuhkan dan membiarkanku terbuka begitu saja hingga entah kapan aku ditutup kembali?

Salah satu temanku sudah sangat menderita. Kaku dan susah untuk ditutup menerpanya dalam menjalankan tugas sebagai salah satu unsur bangunan. Sampai kapan temanku menghadapi hari-harinya seperti itu?.

Harapanku tidak banyak. Cukup perhatikan aku dan jangan sampai apa yang dirasakan salah satu temanku merambat ke teman-temanku yang lainnya. Terima kasih orang baik✌️🤝

Tentang Penulis:

Aku adalah salah satu BANGLADES (Bangsa Lamongan Desa) yang menapakkan kaki di bumi Satria. Banyumas merupakan doa dan harapan untuk diriku agar bisa menjadi ‘banyu’ dan ‘emas’; menjadi sumber kehidupan (air) dan berharga tanpa ada nilai dan kualitas yang turun seperti halnya emas. Meskipun emas dijatuhkan, terinjak-injak, tercampur dengan kotoran, ia akan tetap bernilai dan berkualitas tanpa ada rasa dendam dan hina. Selamat berproses untuk kita semua 😊

Ilustration: images.fineartamerica.com

(Ketua FKUB terpilih K.H. Prof. Dr. Mohammad Roqib, M.Ag., saat memberikan sambutan pasca pengukuhan, 26/08)

K.H. Prof. Dr. Mohammad Roqib, M.Ag., Kembali Dikukuhkan sebagai Ketua FKUB Banyumas Masa Bakti 2024-2029 

AnnajahNews – Pj Bupati Banyumas Hanung Cahyo Saputro mengukuhkan 17 anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) periode 2024-2029 Kabupaten Banyumas di Pendopo Si Panji Purwokerto, Senin 26 Agustus 2024.

Pengasuh Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto, K.H. Prof. Dr. Mohammad Roqib, M.Ag., kembal diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai Ketua FKUB Banyumas masa bakti 2024-2029.

Beliau menuturkan, prosesi pengukuhan ini merupakan kali pertama yang dilakukan kendati organisasi tersebut didirikan sejak tahun 1996.

“Sejak 1996 pengurus selama ini belum pernah ada pelantikan dan pengukuhan. Baru kali ini secara resmi dikukuhkan. Jadi dulu hanya diberi SK langsung bekerja,” kata dia, usai pengukuhan.

Menurutnya, FKUB menjadi mitra pemerintah daerah untuk menjaga kondusivitas dalam kaitannya dengan kegiatan keagamaan.

Misalnya, dalam hal perizinan tempat ibadah, FKUB selalu berupaya mendampingi bersama-sama agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi.

“Jika tidak memungkinkan maka ada jalan keluar di antaranya dengan rumah yang digunakan sementara, seperti di Jalan A Yani ada ruko yang digunakan sementara dan itu bisa diperpanjang izinnya. Kami terus mendampingi,” kata dia.

Dia juga berharap, Pemkab Banyumas dapat membantu dalam hal pembiayaan kegiatan.

Pasalnya, cukup banyak ide dan gagasan namun anggarannya pas-pasan.

“Sekarang ada 14 FKUB kecamatan. Bahkan dari Provinsi ingin agar (FKUB) sampai RT RW di bawah koordinasi Kemenag. Ini sudah disosialisasikan,” ujarnya.

Terkait program FKUB ke depan, Roqib mengatakan, kegiatan dalam rangka menjaga kerukunan antar umat beragam tidak perlu formal.

Misalnya dengan menggelar sepeda gowes bersama dalam rangka silaturrahmi sering ketemu dan tukar pendapat.

“Ke depan juga akan ada Kampung Moderasi Pancasila di sekitar Menara Pandang Purwokerto. Bupati Badung sudah siap memberikan bantuan mendirikan pura. Ini akan menjadi destinasi wisata spiritual,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Pj Bupati Banyumas Hanung Cahyo Saputro mengatakan, FKUB memiliki peran penting dan strategis dalam menjaga keharmonisan sosial, mencegah terjadinya konflik serta mempromosikan dialog antarumat beragama.

“Tapi saya pesan, kepada pengurus juga memberikan perhatian dan bantuan kepada masyarakat di lingkungan sekitar tanpa memperhatikan suku, agama dan ras. Ndherek titip. Mari kita sengkuyung bersama dan saling bersinergi. Bukan hanya soal kerukunan namun juga kebersamaan,” ucapnya. (SM)

drawing-illustration-abstract-165992-wallhere.com

Sepucuk Nasihat; Khalwatun Khayat

Oleh: Nisa Faidatul Rohimah

Pada suatu waktu, setelah jamaah Magrib bersama Abah K.H. Prof. Dr. Mohammad Roqib, M.Ag., beliau memberikan sepucuk nasihat tentang kehidupan. “Kehidupan adalah merasakan satu kesenangan ke kesenangan yang lain,” ucap Abah. Beliau menjelaskan terkadang kehidupan itu terasa begitu cepat dan terkadang juga begitu lambat. Tergantung bagaimana kita menikmati atau tidaknya sebuah kehidupan.

 Abah menceritakan perjalanannya ketika hijrah dari Yogyakarta ke Purwokerto. Ketika sebelumnya beliau pulang-pergi untuk mengajar dari Yogyakarta ke Purwokerto yang kurang lebih beliau lakukan selama delapan tahun. Namun, beliau merasa hal itu berlalu begitu cepat. Namun, karena beliau diberi amanah untuk menjadi Wakil Rektor STAIN pada saat itu dan mengharuskannya untuk menetap di Purwokerto.

Pindah ke sebuah tempat baru bukanlah hal yang mudah. Kita harus meninggalkan rumah tempat di mana kita menghabiskan waktu bersama keluarga, meninggalkan kenangan-kenangan yang ada dan juga banyak teman-teman dekat. Begitu pula dengan Abah yang merasa begitu sedih karena harus meninggalkan tempat tinggalnya. Namun, karena tugas yang diembannya beliau pun tetap melangkahkan kaki di tanah Purwokerto.

Abah juga bercerita beliau yang lahir dari keluarga sederhana dulu pernah berharap bisa naik pesawat dan sekarang sudah bisa ke mana-mana dengan pesawat. Tidak terasa sudah lebih dari setengah abad usia Abah, ada banyak hal yang telah beliau lalui dalam kehidupan ini. Beliau mengatakan ketika kita merasakan khalwatun khayat (manisnya kehidupan) waktu akan berlalu begitu cepat. Tidak hanya tentang kehidupan, tapi juga khalwatun iman (manisnya iman), Islam, ‘ilmi ataupun kemanisan-kemanisan yang lainnya, karena hakikatnya ketika manusia merasakan kesenangan dalam sebuah hal, ia berharap untuk dapat merasakannya lebih lama lagi. Untuk merasakan kenikmatan suatu hal, yang perlu kita lakukan ialah mensyukuri dan menerima hal yang terjadi pada diri kita.

Purwokerto, 24 Agustus 2024

Tentang Penulis:

Nisa Faidatul Rohimah, atau yang lebih sering disapa Nisa merupakan seorang perempuan kelahiran Cilacap, 6 Maret 2004. Ia mulai aktif menulis karya fiksi pada saat pandemi. Cerpen dan puisi adalah tulisan pertama yang dibuatnya. Selain itu, ia juga pernah menulis beberapa novel di platfrom online. Saat ini, ia sedang menekuni tulisan non fiksi seperti esai ilmiah dan artikel jurnal. Buku terbaru yang diterbitkannya yaitu, “Pendidikan untuk Apa dan Siapa?” merupakan hasil antologi yang diikutinya pada saat perlombaan Sayembara Esai FTIK UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Saat ini ia berstatus sebagai mahasiswa di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, sekaligus sebagai santri di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto dan aktif di Komunitas Pondok Pena.

Ilustratasi: www.walhere.com