Budaya Desa Tamanprijeg di Kota Pecel Lele (Lamongan)
Oleh : Abdur Rouf
Sebagai makhluk sosial tentunya kita tidak bisa menghindar dengan adanya budaya, apalagi kita kidup di Negara Indonesia yang notabenya memiliki berbagai macam budaya yang ada pada setiap daerahnya, seperti: budaya pakaian tradisional, rumah adat, tarian adat, upacara adat, senjata tradisional, makan khas, alat musik dan lagu tradisional, sosial, kultur, agama, maupun bahasa. Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa sedangkan kata kebudayaan berasal dari kata Sanskarta Buddhayanah, ialah bentuk jamak dari budhi yang berari budi atau akal. Dari berbagai unsur-unsur budaya, masyarakat terbentuk menjadi satu kesatuan yang guyub rukun meskipun memiliki budaya yang berbeda-beda pada setiap daerah.
Kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia terkadang terabaikan oleh pemerintah maupun masyarakatnya, sehinga sering kali terjadi negara tentangga mengklaim budaya Indonesia. Tidak jarang kita mendengar berita dari media massa yang berisi tentang negara tetangga yang sering kali mengklaim budaya Indonesia. Seperti Reog Ponorogo yang berasal dari Ponorogo Jawa Timur di klaim oleh negara malaysia, wayang kulit dari Pulau Jawa meliputi Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan D.I Yogyakarta di klaim oleh Negara Singapura. Ketika pemerintah yang tidak menjaga maupun masyarakatnya yang tidak melestarikan budaya sehingga budaya kita di klaim oleh negara lain, disitu kita semua akan saling tuduh-menuduh dan baru merasa kehilangan apa yang kita punya. Sedangan ketika tidak ada klaim budaya kita terhadap negara lain, kita akan merasa biasa saja bahakan santai tidak menjaga dan melestarikan budaya yang kita miliki.
Di daerah Kabupaten Lamongan tepatnya di Desa Tamanprijeg Kecamatan Laren terdapat budaya jaminan yang artinya ketika ada sebuah acara seperti pengecoran masjid atau mushola, maulid nabi, haul sesepuh desa, halal bi halal atau kegiatan-kegiatan sosial, agama yang melibatkan banyak orang. setiap keluarga membawa makanan, minuman atau makanan ringan dengan senang hati dan suka rela sesuai dengan pengumuman yang ada. Berbeda dengan definisi jaminan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima; agunan: ia meminjam uang kepada bank dengan ~ sebuah rumah dan sebidang tanah miliknya.
Selain Jaminan, di Desa Tamanprijeg juga cukup kental dalam melestarikan budayanya seperti Cinjo, Megengan, Riyoyo Kupat atau Lebaran Ketupat dan Banca’an. Cinjo adalah bingkisan berbagai macam jajanan yang kita berikan ke kerabat. Selain itu juga biasanya ketika selesai resepsi acara pernikahan, pasti ada cinjo yang ditujukan kepada keluarga baru dan saling memberikan antara keluarga mempelai laki-laki dan perempuan. Biasanya cinjo yang dilaksanakan pada acara pernikahan itu dimasukan disebuah balok kayu yang berbentuk segi lima, biasanya masyarakat Desa Tamanprijeg menyebutnya dengan istilah Jodang kemudian dipanggul oleh dua orang depan dan belakang. Namun, seiring berjalannya waktu hingga kemasa modern ini, Cinjo yang di laksanakan dalam acara pernikahan tidak lagi di masukan dan di antar dengan Jodang, melainkan mobil pick up atau sejenisnya.
Megengan adalah bentuk rasa syukur atas kenikmatan hidup hingga berjumpa dengan Bulan Ramadhan, atau Idhul Fitri dan Idhul Adhah. Biasanya mengadakan acara do’a bersama dengan sanak keluarga dan tetangga yang di tujukan kepada shohibul hajat dan ahli kuburnya serta di akhiri dengan makan bersama serta membawa berkat/bingkisan yang umumnya berupa gula pasir, minyak, mie instan dan lain sebagainya sesuai kemampuan masing-masing masyarakat. Dalam budaya ini, kerap di kaitkan dengan tradisi orang nahdliyin yaitu kondangan atau slametan, akan tetapi budaya Megengan yang ada di Desa Tamanprijeg ini menjadi sebuah budaya tradisi desa meskipun di beberapa tetangga desa juga ada Megengan tetapi beda dengan yang ada di Desa Tamanprijeg yang sangat kental setiap rumah mengadakan Megengan ketika akan memasuki Bulan Ramadhan, Idhul Fitri, dan Idhul Adhah.
Satu minggu setelah perayaan Hari Raya Idhul Fitri selesai, biasanya di Desa Tamanprijeg pada setiap warganya membuat kupat (ketupat), Lepet, kuah lodeh (santan) dan tambahan tahu, ikan atau ayam. Setelah sudah matang dan siap saji, semua warga berbondong-bondong saling berbagi dan bertukar makanan tersebut meskipun warga tersebut mengetahui kalau yang ia beri juga memasak ketupat dan sejenisnya. akan tetapi mereka tetap saling berbagi saling bertukar masakannya sendiri-sendiri dengan alasan agar orang lain juga merasakan rizki kita yang sudah diberikan oleh tuhan yang maha kuasa. Budaya ini sangat fleksibel dan tidak ada tuntutan semua orang dalam setiap keluarga harus masak ketupat, melainkan siapa saja yang mampu dan mempunyai keinginan. Meskipun demikian, masyarakat di Desa Tamanprijeg sangat antusias memasak ketupat ketika seminggu setelah perayaan Hari Raya Idhul Fitri karena menurut mereka hal ini tidak ada setiap hari melainkan satu tahun sekali, budaya ini disebut Riyoyo Ketupat atau Hari Raya Ketupat.
Berbeda dengan daerah-daerah yang lain, ketupat bisa diperjual belikan setiap hari di berbagai warung-warung bakso, mi ayam dll. Kalau di Desa Tamanprijeg, Ketupat adalah makanan sakral karena menurut cerita mbah-mbah yang ada di Desa Tamanprijeg bahwasnnya ketupat mempunyai filosofi jawa yaitu “ngaku lepat” artinya mengakui kesalahan dan meminta maaf. Biasanya ketupat yang di buat untuk Riyoyo Kupatan mempunyai empat sisi yang mempunyai arti pintu maaf di buka untuk orang lain, sisi kedua bermakna untuk memberi atau bersedekah kepada orang lain, sisi ketiga bermakna menghapus dosa satu tahun yang lalu dan sisi keempat bermakna mensucikan diri. Hal ini sangat bermanfaat dalam rana menjalin persaudaraan dan keharmonisan antar warga dan seharusnya perlu dirawat dan dilestarikan budaya Riyoyo Kupat.
Pada umumnya jika kita ulang tahun menggelar acara yang luar biasa seperti kue ulang tahun, ada dekorasi, ada kado, ada tamu undangan dan lain sebagainya, serta di adakan satu tahun sekali bertepatan pada tanggal tahun kelahiran. Akan tetapi di Desa Tamanprijeg memiliki budaya Banca’an yang mana budaya tersebut sangat disukai oleh kalangan anak-anak hingga dewasa, karena banca’an itu sebuah acara doa bersama dan makan-makan satu nampan secara bersama-sama. Makanan yang di sajikan oleh tuan rumah yang menggelar acara tersebut biasanya sederhana. Acara ini diadakan satu bulan sekali sesuai hari pasaran kelahiran (weton jawa) seseorang yang mau dihajatkan dan mengundang tetangga terdekat terutama kalangan anak-anak dan berlangsung sekitar jam setengah 6 sampai jam 6 pagi sebelum anak-anak pergi ke sekolah. Tidak jarang juga Baca’an dilaksanakan di siang atau sore hari.
Budaya Jaminan, Cinjo, Megengan, Riyoyo Kupat atau Lebaran Ketupat, dan Banca’an merupakan budaya-budaya yang wajib kita lestarikan, karena budaya ini jika dilihat dari kaca mata sosial itu sangat bermanfaat serta membangun rasa simpati dan empati antar individu maupun kelompok, sehingga dapat terciptanya guyub rukun dalam masyarakat. Disisi lain, dalam pandangan agama islam bahwasannya kita sesama umat manusia harus bahu membahu saling memberi satu sama lain terutama kepada orang-orang yang membutuhkan. Dalam mengimplementasikan hal tersebut bisa berupa sedekah, zakat, infaq, hibah dll. Budaya-budaya ini jangan sampai hilang begitu saja dan tergerus oleh zaman modern pada saat ini. sebagai pemuda masa kini pemimpin masa depan, kita harus tetap menjaga dan melestarikan budaya-budaya tersebut hingga ke anak cucu kita kelak nanti.