Pandemi Menyambangi Pelosok Negeri

Oleh: Hikmah Ali

Kehidupanku tak cukup mewah . Mengingat tempat ini yang jauh dari peradaban dan keramaian kota. Permainan-permainan kecil yang sederhana, telah membawaku larut dalam senyum yang tiada habisnya. Hati ini begitu menikmati suasana ini .

 Rumahku yang cukup sederhana, dari bambu dan kayu hutan,menjadi saksi bisu perjalanan kisah ini. Atapnya yang terbuat dari daun rumbia yang  dianyam, kemudian dijahit pada rangka rotan telah cukup menjadi tempat untuk berteduh dari panas dan hujan.Tetapi ketika aku menginjak kelas 5 SD rumah tempat tinggalku mengalami renovasi dengan mengganti atapnya menjadi genting karena dinilai lebih efektif.

Lereng gunung dan bukit-bukit menjadi pemandangan yang harus aku temui setiap harinya. Udara yang terkesan dingin menjadi rutinitas yang harus aku hadapi,terlebih ketika masuk musim penghujan .Hati ini selalu risau , kekhawatiranku terhadap bencana longsor menghantui pikiranku.Tak ada suara bising dari kendaraan bermotor ataupun suara deru mesin pabrik.karena memang tempatku yang terlalu jauh dari pusat keramaian.

Aku terbangun,rupanya  sinar matahari sudah mengintipku sembari tadi. Lewat lubang-lubang kecil bilik bambu kamarku yang nampaknya mulai rapuh dan menimbulkan banyak celah. Dia mencoba memecah suasana dan berusaha membangkitkanku.Akupun beranjak dari pembaringan dan melangkah mendekati lobang kotak ukuran 100 x 50 cm dikamarku.Lobang inilah yang biasa aku sebut dengan nama jendela.

Lobang yang aku beri nama sebagai jendela itu segera ku buka, pintunya yang terbuat dari kayu hutan perlahan ku dorong .Terlihat diluar matahari belum terlalu tinggi,namun sinarnya sudah cukup untuk menembus dinding kamarku yang terbuat dari anyaman bambu.Burung-burung berkicau seolah mereka menyambutku.Suara ayam jago milik tentangga terdengar bersautan dan berisik.Pandanganku masih kosong, perlahan kusandarkan lengan diantara jendela kecil ini.

“Mulai hari Senin besok, kegiatan pembelajaran dilaksanakan dari rumah masing-masing sesuai dengan anjuran pemerintah.Mengingat wabah virus covid-19 yah semakin merebak di negara kita ini.”,Ujar pak Suratman yang merupakan Guru kelas 6 SD disekolahku.

“Sampai kapan pak? “ ,tanya seorang murid yang duduk di bangku paling depan ,dia merupakan murid paling pandai di kelasku ini.

“Sampai waktu yang belum bisa ditentukan”

Jawaban dari pak Suratman tadi benar-benar membuat kami semua terdiam,bisu,tanpa suara. Tak ada yang memulai kata-kata,ruang kelas kami menjadi hening.Andi,yang merupakan murid paling nakal di kelaspun terdiam.Sejenak tanpa suara seolah semua murid setuju atas kekecewaan dalam hati masing-masing.

Keadaan menuntut kami untuk lebih bersabar,situasi ini memang tak menyenangkan.Bahkan bisa dikatakan sangat mengecewakan, bagimana bisa kami akan belajar dari rumah ? sedangkan buku pelajaran dalam satu kelas hanya ada satu saja,dan itupun merupakan buku ajar pegangan Guru.

Semua berharap semua ini akan cepat berlalu.Aku tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi .Bagaimana kami bisa menerima pelajaran jarak jauh.Sedangkan untuk alat komunikasi didaerahku hanya mengandalkan kentongan.Listrik hanya mengalir pada jam tertentu saja ,kadang juga masih terkendala cuaca buruk yang mengharuskan dilakukan pemadaman.

Tempat kami jauh dari sentuhan teknologi yang banyak diceritakan buku-buku pelajaran di sekolah. Siapa yang mau membangun daerahku? Kalau bukan kami sendiri. Kesunyian malam selalu menemani. Hiburan-hiburan kecil,hanya itu yang mampu menghibur diri kami.

Aku ,Robi, Usman dan Yogi  pulang kerumah dengan wajah yang masam.Sesekali kami beristirahat ditengah perjalanan yang panjang.Jalan ini yang harus kami lalui setiap pagi dan siang. Jarak dari rumah ke sekolah sejauh 10 kilometer harus kami tempuh.Kaki-kaki mungil kami yang tanpa alas kaki,dipaksa melewati jalan yang berlumpur. Tak hanya itu,kaki ini juga harus dipaksakan untuk memijaki batu -batu kecil yang sedikit tajam.Kamipun sesekali harus menyebrangi sungai yang tanpa jembatan. Kami harus berpegang satu dengan yang lainnya, berjalan beriringan menyusuri rimbunan pohon diantara ladang- ladang .

Akhirnya kami semua sampai di gapura pintu masuk desa .Terpampang jelas sebuah tulisan “Desa Pesawahan” .Entah siapa yang memberi nama tempat ini dengan sebutan itu,aku tak cukup tahu . Sementara itu kami semua berpisah diujung perempatan untuk menuju kediaman masing-masing.

Aku yang seolah masih tak percaya akan hal ini.Dimana hari-hariku hanya mengerjakan sesuatu dirumah .Tanpa adanya pertemuan dengan teman-teman sekelasku.Ku buka lembaran-lembaran kusam yang biasa disebut dengan ‘buku.Perlahan aku mencoba menikmati dan menerima kenyataan. Meski tanpa bahan pelajaran yang baru,aku terus mengulang kembali materi yang tertulis di buku kusam ini.

Hal ini telah berlangsung cukup lama,aku dan yang lainnya terlalu lelah menanti kabar dari sekolah.Meski Ujian Nasional telah ditiadakan.Aku tetap menginginkan agar bisa menatap bapak Guru mengajar dihadapanku.

Hari itu seseorang datang kerumahku, menyampaikan sebuah pesan yang ditulis dalam lembaran kertas.

“Hari Senin depan sekolah akan dibuka kembali dengan menerapkan protokol kesehatan”

Tulisan dalam kertas tersebut membuat hatiku menangis bahagia.Aku yang selalu mengharapkan temu, akhirnya akan segera terwujud.  Rupanya orang yang memberikan surat tersebut adalah Pak Suratman yang merupakan wali kelasku disekolah.Aku gembira bukan main,sampai larut malam aku pun terus membayangkan pertemuanku hari esok.

Sekian lamanya aku jauh dari bangku sekolah.Suasana bising dalam kelasku yang telah lama hilang. Esok aku akan mendengarmu lagi.Tak sabar lagi mengingat pembelajaran daring takan bisa maksimal tanpa alat komunikasi internet.

“Nduk,sudah bangun belum?”

Terdengar suara ibu memanggilku.Rupanya aku terjebak dalam lamunan diantara jendela kecil kamarku ini.

“Sudah Bu, “

Sejenak suara ibu menghilang dan menjauh.Yah,pagi ini adalah hari kembalinya murid-murid kesekolah .Aku beranjak dari lamunanku dan bersiap menuju ke sekolah.

Seperti biasa, teman-temanku yang lain sudah menunggu di bawah gapura pintu masuk desa.Saat aku datang, terlihat raut muka mereka yang begitu bahagia.Akupun demikian.Senyumku tak pernah berhenti,hatiku berdebar kencang layaknya siswa baru yang akan memperkenalkan dirinya di depan kelas.

Ilustration :https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5502843/uji-coba-sekolah-tatap-muka-di-jateng-mulai-digelar-april-ini-daftarnya

Sesampainya disekolah , Untuk menghindari kerumunan Pak Suratman wali kelasku membagi beberapa kelompok belajar.Rupanya kegiatan belajar tidak sepenuhnya dilakukan dalam kelas.Himbauan pemerintah yang mengharuskan social distancing diterapkan dalam sekolahku.Pak Suratman menyebut namaku,Yogi,Angga ,Yuli,Andin dan Fatma untuk menjadi satu kelompok belajar yang berada di bawah pohon beringin depan kelasku.

Sementara itu,pak Suratman juga membagi teman-teman yang lain dalam beberapa kelompok kecil.Ada yang di teras kelas dan ada juga yang tetap di dalam kelas.Setelah itu beliau juga membagikan masker kain untuk kami gunakan.Pak Suratman mencontohkan bagaimana cara memakainya,kamisemua mengikuti arahannya dengan baik.

Kami menikmati hal ini,tak ada yang mengeluh.Aku sangat bahagia bisa kembali berdiri diantara teman-temanku.Kembali menerima pelajaran dari Guruku .Meski keadaan belum sepenuhnya pulih,kami disini bertekad untuk tetap menggelar kegiatan pembelajaran seperti biasa.Alat komunikasi kami sangat terbatas,dan jarak masih menjadi halangan .

Lewat pandemi virus ini,aku dapat merasakan kepedihan dalam batin.Memang , barangkali tuhan menciptakan kepedihan ini untuk kita lebih bersabar.Kerinduanku terhadap pembelajaran bisa terbalaskan.Rindu yang kini menjadi temu diantara wabah yang terus menjangkit.Semoga semua ini lekas berlalu dan pergi.

Karya :

Hikmah Ali Amrulloh

( Ujung angin tepi pantai )

Indikasi Metode Sorogan Khas Pesantren dalam Memperlambat Progresivitas Penyakit Alzheimer

Ilustration : https://www.gurusiana.id/read/nuruljubaedah/article/penerapan-metode-sorogan-3648342

Pesantren sebagai lembaga pendidikan non-formal memiliki metode pembelajaran yang khas salah satunya adalah soroganSorogan berasal dari kata sorog (bahasa Jawa) yang berarti menyodorkan. Sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan Kyai atau pembantunya (asisten Kyai). Menurut Zamakhsyari Dhofier, yang mengatakan bahwa metode sorogan adalah metode pembelajaran di mana santri mendatangi Kyai yang akan membacakan beberapa baris al-Quran dan kitab berbahasa Arab disertai terjemahan dengan menggunakan bahasa tertentu yang pada akhirnya santri harus mengulangi seperti yang dilakukan oleh Kyainya secara bergiliran (Adib, 2021), jika santri salah dalam bacaannya maka Kyai atau guru akan langsung mengoreksi saat itu juga sehingga lebih efektif (Sumardi, 2012).

Pada intinya metode sorogan adalah metode pembelajaran yang mengandalkan kemampuan memahami dan mengingat kitab atau al-Quran yang sudah dikaji bersama Kyai. Setelah itu, santri mengulang atau membacakan kembali hal tersebut di hadapan Kyai. Karena ada proses mengingat ini lah metode sorogan memiliki kelebihan tersendiri salah satunya terindikasi dapat memperlambat progresivitas penyakit alzheimer.

Penyakit Alzheimer

Penyakit alzheimer adalah penyakit yang ditandai dengan penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan kemampuan kognitif lainnya yang mempengaruhi seseorang dalam menjalankan kegiatan sehari-hari (Gloria, 2021). Ciri khas dari penyakit ini adalah hilangnya memori jangka pendek yang akan berpengaruh pada produktivitas pasien (Gemiralda, 2019) karena yang diserang adalah bagian otak yang mengontrol pikiran, ingatan dan bahasa.  Dalam Islam penyakit alzheimer merupakan tanda kebesaran Allah, menunjukan bahwa manusia itu memiliki banyak kelemahan dan kekurangan.

Indikasi Sorogan dalam Memperlambat Progresivitas Penyakit Alzheimer

Menurut Home Lifestyle Health Concerns dalam penelitiannya membuktikan bahwa penguasaan banyak bahasa asing dapat meminimalisasi progresivitas penyakit alzheimer karena mampu meningkatkan kapasitas otak untuk berfikir dan memori (Hakim & Chiani, 2019, hal. 332).

Pengenalan bahasa asing merupakan salah satu yang menyebabkan otak mendapat rangsangan positif karena bahasa asing menstimulus otak maka neuron atau sel otak yang merespon dan bekerja. Sel-sel otak yang mendapat rangsangan dari bahasa asing akan mengaitkan dengan sel otak yang lain (Hakim & Chiani, 2019, hal. 335)

Ketika sel-sel otak tersebut diasah dengan baik maka kinerjanya akan baik pula, pun sebaliknya (Hakim & Chiani, 2019, hal. 335). Hal tersebut mengindikasikan bahwa metode sorogan di pesantren-pesantren juga dapat memperlambat progresivitas penyakit alzheimer karena sel-sel dalam otak diasah dengan baik sehingga terjadi penguatan memori.

Seperti yang disampaikan oleh Enung Asmaya, Dosen Psikolog UIN Saizu Purwokerto sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah bahwa sorogan merupakan ilmu yang ada di BKI (Bimbingan Konseling Islam) dan modelnya dalam bentuk privat. Seseorang yang menggunakan model privat biasanya berfikir lebih maksimal karena terdapat tanggung jawab pribadi sehingga dapat menguatkan memori, memiliki persepsi, daya juang serta motivasi yang bagus.

Selain itu di dalam metode sorogan juga terdapat pengulangan yang dilakukan secara intens dan mendalam. Pembelajaran yang efektif salah satunya berawal dari strategi pembelajaran yang lebih fokus pada pengolahan kemampuan berfikir dengan cara menghafal atau mengulang secara intensif karena pikiran akan tetap menjaga kosa kata sebelumnya. Penggunaan strategi memori dalam pembelajaran terutama sorogan memberikan manfaat yang cukup besar bagi santri yaitu termaksimalkannya fungsi otak.

Jadi itulah penjelasan mengenai bagaimana metode Sorogan terindikasi dapat memperlambat progresivitas penyakit alzheimer yang tidak bisa disembuhkan hingga saat ini. Terlebih di prediski bahwa pada tahun 2050, akan ada sekitar 100 juta jiwa penderita alzheimer. Dalam islam, penyakit ini merupakan kebesaran tuhan, menunjukan bahwa manusia adalah mahluk yang penuh dengan ketidaksempurnaan. Namun, manusia termasuk santri seyogyanya harus berikhtiar dalam memperlambat progresivitas penyakit ini.

Penulis: Dwi Aryanti

Perempuan: Antara Emansipasi, Laki-Laki Dan Kewajiban

Oleh : Dwi Aryanti

Ilustration :wordpress.com

Emansipasi atau feminisme adalah hal yang tak asing lagi dikalangan perempuan. Walaupun mungkin sebagian perempuan lebih akrab dengan emansipasi dan sebagiannya lagi lebih akrab dengan feminisme. Namun apakah emansipasi dan feminisme adalah suatu hal yang berbeda? Menurut KBBI, emansipasi adalah persamaan hak dalam berbagai kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dan pria), sedangan feminisme dapat diartikan sebagai gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Sehingga dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa emansipasi dan feminisme pada dasarnya adalah sama yaitu gerakan perempuan yang menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa harus setara ketika tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dengan kodrat yang berbeda? Apakah laki-laki harus mengalami fase mengandung, melahirkan, dan menyusui sama halnya dengan yang perempuan alami? Atau apakah perempuan harus menjadi kepala rumah tangga yang notabennya tugas itu diemban oleh laki-laki?. Namun bukan itu yang menjadi topik pembahasan penulis pada kesempatan kali ini.

Perjuangan emansipasi yang dilakukan Kartini masih bisa kita rasakan dampaknya sampai saat ini terutama dikalangan perempuan. Namun sayangnya, sebagian perempuan menyalahkaprahkan emansipasi. Mereka melupakan kewajibannya sebagai seorang perempuan untuk mendapatkan karir yang cemerlang, bahkan lebih mirisnya jika ada perempuan yang merendahkan laki-laki atas nama emansipasi. Lalu seperti apa emansipasi yang diperjuangkan Kartini?

Dalam salah satu suratnya yang dikirim pada tanggal 4 Oktober 1902 kepada Prof. Anton dan Nyonya, Kartini menuliskan “Kami disini memohon pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali kami menginginkan anak-anak perempuan menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tetapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum perempuan, agar perempuan lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri kedalam tangannya. Menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”

Dalam surat tersebut dapat dikatakan bahwa Kartini memperjuangkan hak untuk mendapatkan pendidikan yang pada saat itu tidak diberikan kepada perempuan. Kartini juga mengatakan bahwa dengan diberikannya hak pendidikan kepada perempuan bukan bertujuan untuk menyaingi laki-laki, namun untuk mendidik anak-anaknya kelak sebagai bentuk kewajiban. Jadi sudah jelas bahwa emansipasi tidak serta merta dijadikan “alat” untuk merendahkan laki-laki, apalagi melupakan kewajiban yang sudah sepatutnya perempuan jalankan.

Berpendidikan dan memiliki jabatan tinggi, serta menjadi perempuan yang memiliki karir cemerlang sah-sah saja dilakukan, karena saat ini memang perempuan diberikan ruang untuk berekspresi. Namun untuk apa emansipasi diperjuangkan sedangkan kewajiban sebagai perempuan dilupakan? Untuk apa memperjuangkan emansipasi jika untuk merendahkan laki-laki? Itu bukan esensi emansipasi yang diperjuangkan Kartini.

POTENSI PENGEMBANGAN EKONOMI PESANTREN MELALUI BADAN USAHA MILIK PESANTREN

Oleh Nila Anggun Lestari

Pesantren merupakan sistem pendidikan tertua dan khas di Indonesia untuk mendalami ilmu agama Islam. Sistem yang digunakan dalam pengajaran di pesantren seperti sistem bandongan dan sorogan. Adapun elemen dalam sebuah pesantren mencakup Kyai, asrama, santri, masjid, dan pembelajaran kitab-kitab kuning.

Orientasi dalam pesantren umumnya pada pendalaman ilmu agama. Namun, sebenarnya didalamnya para santri bisa belajar lebih . Tak hanya dalam bidang agama saja. Salah satunya yaitu bidang ekonomi. Dengan adanya Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP), para santri bisa belajar terkait ekonomi seperti cara mengelola keuangan, produksi, pemasaran, pertanian, perikanan, layanan jasa dan lainnya.

Pengembangan ekonomi berbasis pondok pesantren seperti memberikan pelatihan ketrampilan usaha, amanah untuk mengelola BUMP, dan bentuk kegiatan ekonomi lainnya. Hal ini bertujuan sebagai penunjang dari tugas utama pondok pesantren yaitu membekali ilmu agama. Sehingga pondok pesantren diharapkan tidak hanya sebagai pencetak generasi intelektual yang produktif dan kompeten secara spiritual, namun juga produktif dan kompeten secara ekonomi. 

Dalam sebuah pesantren, para santri dididik menjadi pribadi yang mandiri, giat berusaha, serta penanaman nilai-nilai agama yang kuat. Hal tersebut dapat menjadi bekal santri yang ingin berkecimpung ke dalam dunia ekonomi seperti wirausaha. Dengan anggapan dasar bahwa tidak semua lulusan pesantren menjadi seorang ustadz atau ustadzah, maka santri pun dibekali dengan keahlian-keahlian lain agar nantinya para santri sudah memiliki bekal ketika sudah terjun ke masyarakat.

Mahasiswa jadi santri? Emang bisa?

https://www.youtube.com/watch?v=5jaSc8VqNws

Mahasiswa adalah seorang yang sedang berproses mencari ilmu yang mendapatkan gelar dan calon pemimpin generasi masa depan. Santri adalah seorang yang berusaha memahami agama islam yang menerima ajaran islam dari kyai, kyai dari guru-gurunya para ulama, para ulama dari guru-gurunya walisongo yang telah berhasil mengislamkan masyarakat islam nusantara ini. Para santri mengharapkan barokah dan ilmu dari gurunya dan seorang santri akan selamanya menjadi santri tidak ada mantan santri dan mantan guru. Seorang santri memepelajari adab dan ilmu yang akan memberikan semua yang didapatkan di dunia dan akhirat. Santri selalu mengikuti perkembangan zaman tetapi tidak pernah terlepas dari prinsip-prinsip para pendahulunya, santri harus berilmu dan juga berakhlak.  

Banyak Universitas Islam Negeri yang bekerjasama dengan pesanten yang biasa disebut dengan PESMA. Pesantren Mahasiswa (PESMA) adalah lembaga Pendidikan islam yang santri-santrinya terdiri dari mahasiswa. Santri mendapatkan ilmu agama dari pesantren yang diasuh oleh kyai dan mahasiswa mendapatkanilmu pengetahuan umum dari perguruan tinggi. Keputusan seorang mahasiswa menjadi santri atau sebaliknya memunculkan tantanggan tersendiri. Mereka para santri mahasiswa dituntut untuk bisa membagi waktu antara jadwal kuliah dam mengaji. Santri mahasiswa harus bisa memahami dirinya sendiri seperti, bagaimana mereka harus bersikap didalam pesantren dan kampus mereka harus menyeimbangkan antara keduanya.

Santri mahasiswa yang dapat membagi waktunya mereka akan mengelola waktu yang dimiliki berbagai aktivitas agar memaksimalkan produktivitas. Seorang santri dan menjadi mahasiswa mereka mendapatkan ilmu agama dan ilmu penhgetahuan secara bersamaan untuk bekal tercapainya cita-citan dan melanjutkan hidup bermasyarakat.

Santri yang mahasiswa mengusahakan mengamalkan dan mempertahankan amaliyah-amaliah serta menjunjung tinggi ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari dimanapun kapanpun mereka berada. Sebagaimana dawuh KH. Mohammad Hasan Mutawakkil Alallah yang selalu diutarakan dalam berbagai kegiatan yakni: “Jadilah kalian santri yang intelektual dan intelektual yang santri, berfikir modernis dan berhati sufistik.”

Dengan demikian mahasiswa dapat menjadi santri atau sebaliknya mereka dapat menambah ilmu agama yang lebih kuat dan sangat penting untuk kehidupan dalam menjalani hidup bermasyarakat sehingga menjadi generasi penerus yang berkualitas dan berakhlak.

Budaya Desa Tamanprijeg di Kota Pecel Lele (Lamongan)

Oleh : Abdur Rouf

Sebagai makhluk sosial tentunya kita tidak bisa menghindar dengan adanya budaya, apalagi kita kidup di Negara Indonesia yang notabenya memiliki berbagai macam budaya yang ada pada setiap daerahnya, seperti: budaya pakaian tradisional, rumah adat, tarian adat, upacara adat, senjata tradisional, makan khas, alat musik dan lagu tradisional, sosial, kultur, agama, maupun bahasa. Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa sedangkan kata kebudayaan berasal dari kata Sanskarta Buddhayanah, ialah bentuk jamak dari budhi yang berari budi atau akal. Dari berbagai unsur-unsur budaya, masyarakat terbentuk menjadi satu kesatuan yang guyub rukun meskipun memiliki budaya yang berbeda-beda pada setiap daerah.

Kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia terkadang terabaikan oleh pemerintah maupun masyarakatnya, sehinga sering kali terjadi negara tentangga mengklaim budaya Indonesia. Tidak jarang kita mendengar berita dari media massa yang berisi tentang negara tetangga yang sering kali mengklaim budaya Indonesia. Seperti Reog Ponorogo yang berasal dari Ponorogo Jawa Timur di klaim oleh negara malaysia, wayang kulit dari Pulau Jawa meliputi Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan D.I Yogyakarta di klaim oleh Negara Singapura. Ketika pemerintah yang tidak menjaga maupun masyarakatnya yang tidak melestarikan budaya sehingga budaya kita di klaim oleh negara lain, disitu kita semua akan saling tuduh-menuduh dan baru merasa kehilangan apa yang kita punya. Sedangan ketika tidak ada klaim budaya kita terhadap negara lain, kita akan merasa biasa saja bahakan santai tidak menjaga dan melestarikan budaya yang kita miliki.

Di daerah Kabupaten Lamongan tepatnya di Desa Tamanprijeg Kecamatan Laren terdapat budaya jaminan yang artinya ketika ada sebuah acara seperti pengecoran masjid atau mushola, maulid nabi, haul sesepuh desa, halal bi halal atau kegiatan-kegiatan sosial, agama yang melibatkan banyak orang. setiap keluarga membawa makanan, minuman atau makanan ringan dengan senang hati dan suka rela sesuai dengan pengumuman yang ada. Berbeda dengan definisi jaminan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima; agunan: ia meminjam uang kepada bank dengan ~ sebuah rumah dan sebidang tanah miliknya.

Selain Jaminan, di Desa Tamanprijeg juga cukup kental dalam melestarikan budayanya seperti Cinjo, Megengan, Riyoyo Kupat atau Lebaran Ketupat dan Banca’an. Cinjo adalah bingkisan berbagai macam jajanan yang kita berikan ke kerabat. Selain itu juga biasanya ketika selesai resepsi acara pernikahan, pasti ada cinjo yang ditujukan kepada keluarga baru dan saling memberikan antara keluarga mempelai laki-laki dan perempuan. Biasanya cinjo yang dilaksanakan pada acara pernikahan itu dimasukan disebuah balok kayu yang berbentuk segi lima, biasanya masyarakat Desa Tamanprijeg menyebutnya dengan istilah Jodang kemudian dipanggul oleh dua orang depan dan belakang. Namun, seiring berjalannya waktu hingga kemasa modern ini, Cinjo yang di laksanakan dalam acara pernikahan tidak lagi di masukan dan di antar dengan Jodang, melainkan mobil pick up atau sejenisnya.

Megengan adalah bentuk rasa syukur atas kenikmatan hidup hingga berjumpa dengan Bulan Ramadhan, atau Idhul Fitri dan Idhul Adhah. Biasanya mengadakan acara do’a bersama dengan sanak keluarga dan tetangga yang di tujukan kepada shohibul hajat dan ahli kuburnya serta di akhiri dengan makan bersama serta membawa berkat/bingkisan yang umumnya berupa gula pasir, minyak, mie instan dan lain sebagainya sesuai kemampuan masing-masing masyarakat. Dalam budaya ini, kerap di kaitkan dengan tradisi orang nahdliyin yaitu kondangan atau slametan, akan tetapi budaya Megengan yang ada di Desa Tamanprijeg ini menjadi sebuah budaya tradisi desa meskipun di beberapa tetangga desa juga ada Megengan tetapi beda dengan yang ada di Desa Tamanprijeg yang sangat kental setiap rumah mengadakan Megengan ketika akan memasuki Bulan Ramadhan, Idhul Fitri, dan Idhul Adhah.

Satu minggu setelah perayaan Hari Raya Idhul Fitri selesai, biasanya di Desa Tamanprijeg pada setiap warganya membuat kupat (ketupat), Lepet, kuah lodeh (santan) dan tambahan tahu, ikan atau ayam. Setelah sudah matang dan siap saji, semua warga berbondong-bondong saling berbagi dan bertukar makanan tersebut meskipun warga tersebut mengetahui kalau yang ia beri juga memasak ketupat dan sejenisnya. akan tetapi mereka tetap saling berbagi saling bertukar masakannya sendiri-sendiri dengan alasan agar orang lain juga merasakan rizki kita yang sudah diberikan oleh tuhan yang maha kuasa. Budaya ini sangat fleksibel dan tidak ada tuntutan semua orang dalam setiap keluarga harus masak ketupat, melainkan siapa saja yang mampu dan mempunyai keinginan. Meskipun demikian, masyarakat di Desa Tamanprijeg sangat antusias memasak ketupat ketika seminggu setelah perayaan Hari Raya Idhul Fitri karena menurut mereka hal ini tidak ada setiap hari melainkan satu tahun sekali, budaya ini disebut Riyoyo Ketupat atau Hari Raya Ketupat.

Berbeda dengan daerah-daerah yang lain, ketupat bisa diperjual belikan setiap hari di berbagai warung-warung bakso, mi ayam dll. Kalau di Desa Tamanprijeg, Ketupat adalah makanan sakral karena menurut cerita mbah-mbah yang ada di Desa Tamanprijeg bahwasnnya ketupat mempunyai filosofi jawa yaitu “ngaku lepat” artinya mengakui kesalahan dan meminta maaf. Biasanya ketupat yang di buat untuk Riyoyo Kupatan mempunyai empat sisi yang mempunyai arti pintu maaf di buka untuk orang lain, sisi kedua bermakna untuk memberi atau bersedekah kepada orang lain, sisi ketiga bermakna menghapus dosa satu tahun yang lalu dan sisi keempat bermakna mensucikan diri. Hal ini sangat bermanfaat dalam rana menjalin persaudaraan dan keharmonisan antar warga dan seharusnya perlu dirawat dan dilestarikan budaya Riyoyo Kupat.

Pada umumnya jika kita ulang tahun menggelar acara yang luar biasa seperti kue ulang tahun, ada dekorasi, ada kado, ada tamu undangan dan lain sebagainya, serta di adakan satu tahun sekali bertepatan pada tanggal tahun kelahiran. Akan tetapi di Desa Tamanprijeg memiliki budaya Banca’an yang mana budaya tersebut sangat disukai oleh kalangan anak-anak hingga dewasa, karena banca’an itu sebuah acara doa bersama dan makan-makan satu nampan secara bersama-sama. Makanan yang di sajikan oleh tuan rumah yang menggelar acara tersebut biasanya sederhana. Acara ini diadakan satu bulan sekali sesuai hari pasaran kelahiran (weton jawa) seseorang yang mau dihajatkan dan mengundang tetangga terdekat terutama kalangan anak-anak dan berlangsung sekitar jam setengah 6 sampai jam 6 pagi sebelum anak-anak pergi ke sekolah. Tidak jarang juga Baca’an dilaksanakan di siang atau sore hari.

Budaya Jaminan, Cinjo, Megengan, Riyoyo Kupat atau Lebaran Ketupat, dan Banca’an merupakan budaya-budaya yang wajib kita lestarikan, karena budaya ini jika dilihat dari kaca mata sosial itu sangat bermanfaat serta membangun rasa simpati dan empati antar individu maupun kelompok, sehingga dapat terciptanya guyub rukun dalam masyarakat. Disisi lain, dalam pandangan agama islam bahwasannya kita sesama umat manusia harus bahu membahu saling memberi satu sama lain terutama kepada orang-orang yang membutuhkan. Dalam mengimplementasikan hal tersebut bisa berupa sedekah, zakat, infaq, hibah dll. Budaya-budaya ini jangan sampai hilang begitu saja dan tergerus oleh zaman modern pada saat ini. sebagai pemuda masa kini pemimpin masa depan, kita harus tetap menjaga dan melestarikan budaya-budaya tersebut hingga ke anak cucu kita kelak nanti.

Malam Ini

Karya: Nilna Zulfa Azkia

Membahas kehidupan…

Semua proses, terus berjalan

Mencari arah terarah

Mencari tuju, tetap maju

Katanya,  adaptasi itu puisi

Membahas kehidupan…

Harus dilalui, butuh berani

Agar rima sama arti bermakna

Membahas kehidupan…

Ingat awal,ingat tuju

Tema, semua berlaku

Silih berganti akhirnya satu

Membahas kehidupan…

Semua tentang penulis

Berani? Hanya berfikir Rima?

Meneruskan sesuai kisah?

Atau…

Ahhh sudah sepertinya dia akan melanjutkan lagi