Perempuan: Antara Emansipasi, Laki-Laki Dan Kewajiban

Oleh : Dwi Aryanti

Ilustration :wordpress.com

Emansipasi atau feminisme adalah hal yang tak asing lagi dikalangan perempuan. Walaupun mungkin sebagian perempuan lebih akrab dengan emansipasi dan sebagiannya lagi lebih akrab dengan feminisme. Namun apakah emansipasi dan feminisme adalah suatu hal yang berbeda? Menurut KBBI, emansipasi adalah persamaan hak dalam berbagai kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dan pria), sedangan feminisme dapat diartikan sebagai gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Sehingga dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa emansipasi dan feminisme pada dasarnya adalah sama yaitu gerakan perempuan yang menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa harus setara ketika tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dengan kodrat yang berbeda? Apakah laki-laki harus mengalami fase mengandung, melahirkan, dan menyusui sama halnya dengan yang perempuan alami? Atau apakah perempuan harus menjadi kepala rumah tangga yang notabennya tugas itu diemban oleh laki-laki?. Namun bukan itu yang menjadi topik pembahasan penulis pada kesempatan kali ini.

Perjuangan emansipasi yang dilakukan Kartini masih bisa kita rasakan dampaknya sampai saat ini terutama dikalangan perempuan. Namun sayangnya, sebagian perempuan menyalahkaprahkan emansipasi. Mereka melupakan kewajibannya sebagai seorang perempuan untuk mendapatkan karir yang cemerlang, bahkan lebih mirisnya jika ada perempuan yang merendahkan laki-laki atas nama emansipasi. Lalu seperti apa emansipasi yang diperjuangkan Kartini?

Dalam salah satu suratnya yang dikirim pada tanggal 4 Oktober 1902 kepada Prof. Anton dan Nyonya, Kartini menuliskan “Kami disini memohon pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali kami menginginkan anak-anak perempuan menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tetapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum perempuan, agar perempuan lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri kedalam tangannya. Menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”

Dalam surat tersebut dapat dikatakan bahwa Kartini memperjuangkan hak untuk mendapatkan pendidikan yang pada saat itu tidak diberikan kepada perempuan. Kartini juga mengatakan bahwa dengan diberikannya hak pendidikan kepada perempuan bukan bertujuan untuk menyaingi laki-laki, namun untuk mendidik anak-anaknya kelak sebagai bentuk kewajiban. Jadi sudah jelas bahwa emansipasi tidak serta merta dijadikan “alat” untuk merendahkan laki-laki, apalagi melupakan kewajiban yang sudah sepatutnya perempuan jalankan.

Berpendidikan dan memiliki jabatan tinggi, serta menjadi perempuan yang memiliki karir cemerlang sah-sah saja dilakukan, karena saat ini memang perempuan diberikan ruang untuk berekspresi. Namun untuk apa emansipasi diperjuangkan sedangkan kewajiban sebagai perempuan dilupakan? Untuk apa memperjuangkan emansipasi jika untuk merendahkan laki-laki? Itu bukan esensi emansipasi yang diperjuangkan Kartini.

Tags: No tags

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *